Perjalanan Mengenal Lebih Dalam Suku Baduy Luar dan Baduy Dalam


Hai Sahabat kali ini saya akan berbagi cerita sebagai negara yang kaya akan seni dan budaya, Indonesia dihuni berbagai macam suku yang menetap di segala pelosok nusantara. Kearifan lokal serta adat istiadatnya menjaga kelestarian alam Indonesia hingga mampu terjaga dengan baik dan bersinergi dengan alam. nah, yang saya kan ceritakan ini adalah sebuah suku yang berada di Jawa Barat langsung simak aja yuk ceritanya.


Siapa yang belum mengenal suku Baduy dalam? Suku pedalaman yang berada di Provinsi Banten. Di tengah kemajuan teknologi, suku Baduy dalam masih mempertahankan kearifan lokalnya. Memegang teguh budaya dan adat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Menampik segala kemewahan teknologi dan hidup dengan bersahaja di lingkungan, serba manual dan tidak tergiur oleh perkembangan teknologi.

Perkampungan suku baduy luar dan baduy dalam sudah menjadi salah satu tujuan wisata. Tujuan saya datang ke tempat ini tak lain adalah ingin mengetahui kehidupan suku baduy dalam, ingin belajar lebih dalam tentang budaya. Tempat ini juga sering didatangi oleh rombongan wisatawan, para siswa dari berbagai sekolah dan tak mau ketinggalan para mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia.

Akses Menuju Desa Suku Baduy

Untuk menjangkau desa suku Baduy kita harus menempuh perjalanan sekitar 160 kilometer dari Jakarta atau sekitar 4 hingga 5 jam. ada dua transportasi untuk menuju desa suku Baduy menggunakan transportasi Kerata api dan menggunakan bus. Dan kali ini saya akan memberikan informasi terkait cara menuju suku baduy lebih detainya.

  • Menggunakan Kereta Api KRL 
Jika sahabat yang berangkat dari jakarta bisa naik KRL dari stasiun tanah abang menuju stasiun Rangkasbitung. Perjalanan menggunakan KRL ini memakan waktu sekitar 90 menit. Sesampainya di stasiun Rangkasbitung kita melanjutkan perjalanan menggunakan kendaraan umum berupa elf lokal untuk menuju Desa Suku baduy.

  • Menggunakan Bus 
Jika sahabat ingin menggunakan bus dari Jakarta bisa langsung ke terminal Kampung Rambutan dan pilihlah bus yang rutenya ke terminal Serang atau Terminal Merak Banten. kemudian kita bisa turun di terminal serang lalu melanjutkan perjalanan naik bus jurusan Labuan Tarogong.
Sesampainya di perempatan Kadubanen, kita harus turun dan melanjutkan perjalanan menuju terminal Mandala. Dari Terminal Mandala kita harus naik kenadaraan umum berupa Elf untuk menuju Ciboleger. Ciboleger merupakan pintu gerbang menuju desa Suku Baduy.

Sejarah Suku Baduy

Sebutan Baduy merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah. Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka.

Suku baduy bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20 °C.

Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek a–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes 'dalam' tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.

Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.

Pendapat mengenai asal-usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Tiongkok, serta cerita rakyat mengenai 'Tatar Sunda' yang cukup minim keberadaannya. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang sebelum keruntuhannya pada abad ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang).  

Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah ujung barat pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda. Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah tersebut, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umum menganggap bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan.

Untuk itu diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Baduy yang sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut (Adimihardja, 2000). Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa pada masa yang lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi komunitas Baduy sendiri dari serangan musuh-musuh Pajajaran.

Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes

Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Hanya puun yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan.

Baduy Dalam memiliki tiga kampung yang bertugas mengakomodir kebutuhan dasar yang di perlukan semua masyarakat Suku Baduy. Tiga kampung Baduy Dalam memiliki makna penugasan adat. Tiga kampung Baduy Dalam ini adalah Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik.

Setiap pu’un di Baduy Dalam memiliki wewenang yang berbeda.
  • Kampung Cibeo memiliki tugas urusan pelayanan masyarakat Baduy, sosial kemasyarakatan, dan terkait wilayah. Tugas pemerintahan, pertanian, dan komunikasi dengan warga luar juga masuk wewenang masyarakat Cibeo.
  • Kampung Cikertawana bertugas sebagai penasihat urusan-urusan keamanan, ketertiban, kesejahteraan, dan pembinaan warga Baduy.
  • Kampung Cikeusik bertugas soal keagamaan, pelaksanaan kalender adat, serta memutuskan hukuman bagi pelanggar adat.

Baduy Dalam memilih mempertahankan gaya hidup tradisional mereka sebagai masyarakat agraris. Teknologi modern dibatasi dan aktivitas bertani dilakukan secara tradisional. Mereka hanya memakai segelintir alat pertanian, seperti bedog (golok), arit, kored(cangkul kecil), etem (sejenis ani-ani), dan pisau.

Keteguhan masyarakat Baduy menjaga keseimbangan alam patut dicontoh oleh yang tinggal di kota besar. Larangan dan tabu itu jika ditelisik secara ilmiah ada manfaat positifnya, misal larangan mandi menggunakan sabun, odol, sampo. Bahan-bahan kimia dari cairan itu menyebabkan pencemaran air, limbah plastik kemasannya pun sulit diurai oleh tanah dan mengganggu keseimbangan alam.

Aturan Saat Berkunjung di Baduy Dalam

  • Hormati dan Patuhi Aturan Adat Setempat
Ketika berkunjung dimana pun tak terkecuali di Baduy kita harus menghormati dan mematuhi segala aturan adat setempat. Seperti tidak menggunakan sabun, pasta gigi dan alat-alat yang berbahan kimia karena bahan yang mengandung kimia akan mencemari lingkungan desa suku baduy dalam. Sebab suku baduy selalu menjaga keasrian dan kelestarian alam dan menghindari pencemaran.

  • Selalu Jaga Kebersihan
Ketika kita memasuki permukiman kita harus selalu menjaga kebersihan dan usahakan jangan membuang sampah sembarangan, dan bagi perempuan yang haid ketika berkunjung di baduy dalam saya sarankan buanglah pembalut setelah dibersihkan terlebih dahulu dan jangan dibuang didalam kawasan desa adat suku baduy dalam.

  • Jangan Tinggalkan teknologi
Suku Baduy dalam terkenal dengan kebiasaannya yang sangat kental akan nilai tradisional. Mereka menghindari teknologi modern. Usahakan sebelum meninggalkan desa baduy dalam kita mengecek barang bawaan supaya tidak ada yang tertinggal sekalipun hanya sebuah sendal.

  • Tidak Boleh Mengambil Foto ataupun Merekam Video
Ketika kita memasuki desa Suku Baduy Dalam kita dilarang untuk mengambil foto ataupun merekam video. Jadi usahakan untuk mematikan segala peralatan elektronik yang kita bawa.

  • Bawalah bahan Logistik Sendiri
Jadi kita membawa bahan logistik yang harus di persiapkan sebelum ke suku baduy dalam. Bahan logistik bisa berupa beras, mie instan, atau lauk yang awet untuk beberapa hari. Jangan lupa kita membawakan oleh-oleh kepada penduduk yang rumahnya menjadi tempat singgah selama disana.

Perbedaan Suku Baduy Luar dan Baduy Dalam

  • Baju dan Pengikat Kepala
Baduy Luar menggunakan baju dan ikat kepala Hitam
Baduy Dalam menggunakan baju dan ikat kepala Putih

  • Aturan Adat
Baduy Luar di perbolehkan menggunakan hal-hal yang berbau modern seperti kendaraan, alat elektronik, sabun, alas kaki atas izin dari Jaro (Ketua adat baduy Luar)
Baduy Dalam tidak boleh menggunakan kendaran, tidak boleh menggunakan peralatan elektronik dan sabun, tidak boleh menggunakan alas kaki, dan pintu rumah harus menghadap ke selatan

  • Pendidikan dan Ekonomi
Baduy Luar ada sekolah seperti masyarakat biasa dan baduy luar biasanya menjual hasil tani ke kota.
Baduy dalam masyarakatnya tidak mengenal pendidikan sekolah dan masyarakat tidak diperbolehkan menggunakan uang.

Tata Cara Pernikahan, Politik dan Hukum Suku Baduy

Dalam prosesi pernikahan, pasangan Baduy dikenal menikah dengan cara perjodohan. Orangtua laki-laki akan menjalin hubungan dengan orangtua wanita dan memperkenalkan anak mereka masing-masing. Setelah sepakat, mereka melakukan tiga langkah penyiangan untuk menyelesaikan.

Langkah pertama, orangtua pria akan pergi ke Jaro (Kepala Desa) dengan daun pinang. Kemudian membawa barang-barang seserahan yang di dalamnya terdapat cincin baja putih sebagai mas kawin. Setelah itu, ada beberapa alat untuk rumah tangga dan pakaian upacara pernikahan untuk wanita.

Masyarakat Baduy memilih pemimpin dengan kriteria yang sudah tua dan paling bijak dalam membawakan sukunya menjadi sukses. Mereka hanya memilih berdasar kriteria itu, tidak ada promosi pemimpin sampai kampanye seperti masyarakat di negara pada umumnya.

Kemudian untuk hukum adat, sama seperti suku lainnya, mereka memiliki bagian sendiri untuk mengurusi orang-orang yang melanggar aturan adat. Hukuman diberikan berdasarkan kategori pelanggaran yang sudah disepakati dari leluhur, mulai dari pelanggaran serius sampai ringan.

Mata Pencarian Suku Baduy

Mata pencaharian masyarakat Baduy adalah bertani, Mereka menanam padi, kacang, terong, cabai, pisang, pete, dan jengkol. Selain bertani mereka juga berkebun, mengolah gula aren dan tenun. dan menjual buah-buahan yang mereka dapatkan dari hutan seperti durian , asam keranji, serta madu hutan. Alamnya yang subur dan berlimpah mempermudah suku ini dalam menghasilkan kebutuhan sehari-hari. Hasil berupa kopi, padi, dan umbi-umbian menjadi komoditas yang paling sering ditanam oleh masyarakat Baduy.

Orang Baduy dilarang menghancurkan tanah dan membelokkan aliran air. Oleh karena itu, mereka bertani dengan cara tradisional. Mereka tidak menanam padi di sawah, tetapi di ladang yang mereka sebut huma. Caranya sangat sederhana. Mereka melubangi tanah dengan tugal yaitu sepotong bambu yang diruncingkan, lalu ke dalam lubang itu dimasukkan benih tanaman. Benih itu harus dari hasil tanaman mereka sendiri juga. Untuk menyuburkan tanah ladang, masyarakat Baduy tidak menggunakan pupuk kimia. Mereka hanya mau menggunakan pupuk hijau yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan pupuk kompos dari kotoran hewan. Selain bertani, orang Baduy juga menangkap ikan di sungai. Mereka menggunakan alat-alat sederhana seperti kail, bubu, dan jala.

Hasil pertanian mereka berupa beras bisanya mereka simpan di lumbung padinya yang ada di setiap desa. Selain beras meraka juga membuat kerajinan tangan seperti tas koja  yang bahannya terbuat dari kulit kayu yang di anyam ini digunakan Suku Baduy untuk menyimpan segala macam kebutuhan yang diperlukan pada saat beraktivitas atau perjalanan. Tradisi menenun ini menghasilkan kain tenun yang digunakan dalam pakaian adat Suku Baduy. Kain ini bertekstur lembut untuk pakaian namun ada juga yang bertekstur kasar. Kain yang agak kasar biasanya digunakan masyarakat Baduy untuk ikat kepala dan ikat pinggang. Selain digunakan dalam keseharian, kain ini juga diperjualbelikan untuk wisatawan yang datang berkunjung ke Desa Kanekes. Tidak hanya kain, ada juga kain dari kulit kayu pohon terep yang menjadi ciri khas dari Suku Baduy dalam urusan benda seni.

Selain itu Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba yang masih rutin diadakan setahun sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur Banten. Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy dan penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang Baduy biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan kaki, umumnya mereka berangkat dengan jumlah yang kecil antara 3 sampai 5 orang untuk mejual madu dan kerajinan tangan mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Perdagangan yang semula hanya dilakukan dengan barter kini sudah menggunakan mata uang rupiah. Orang baduy menjual hasil pertaniannya dan buah-buahan melalui para tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger.

No comments:

Post a Comment